Subscribe:

Berkata baik, bagian dari iman kepada Allah

Berkata Yang Baik Atau Diamعن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : من كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليقل خيراً أو ليصمت , ومن كان يومن بالله واليوم الاخر فليكرم جاره , ومن كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليكرم ضيفه

Dari Abu Hurairoh rodhiallohu ‘anhu, sesungguhnya Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam. Dan barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Kedudukan Hadits
Hadits ini merupakan hadits yang penting dalam bidang adab. Makna hadits ini telah tercakup di dalam hadits ke-12.

Hak Alloh Dan Hak Hamba
Pada hadits di atas menunjukkan ada 2 hak yang harus ditunaikan, yaitu hak Alloh dan hak hamba. Penunaian hak Alloh porosnya ada pada senantiasa merasa diawasi oleh Alloh. Di antara hak Alloh yang paling berat untuk ditunaikan adalah penjagaan lisan. Adapun penunaian hak hamba, yaitu dengan memuliakan orang lain.

Menjaga Lisan
Menjaga lisan bisa dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan berkata baik atau kalau tidak mampu maka diam. Dengan demikian diam kedudukannya lebih rendah dari pada berkata baik, namun masih lebih baik dibandingkan dengan berkata yang tidak baik.
Berkata baik terkait dengan 3 hal, seperti tersebut dalam surat An-Nisa’: 114, yaitu perintah bershadaqoh, perintah kepada yang makruf atau berkata yang membawa perbaikan pada manusia. Perkataan yang di luar ketiga hal tersebut bukan termasuk kebaikan, namun hanya sesuatu yang mubah atau bahkan suatu kejelekan. Pada menjaga lisan ada isyarat menjaga seluruh anggota badan yang lain, karena menjaga lisan adalah yang paling berat.

Memuliakan Orang Lain
Memuliakan berarti melakukan tindakan yang terpuji yang bisa mendatangkan kemuliaan bagi pelakunya. Dengan demikian memuliakan orang lain adalah melakukan tindakan yang terpuji terkait dengan tuntutan orang lain.

Batasan Tetangga Dan Tamu
Tetangga menurut syariat adalah sesuai dengan pengertian adat, artinya kapan secara adat dinilai sebagai tetangga maka dinilai sebagai tetangga juga oleh syariat. Kaidah menyatakan semua istilah yang ada dalam syariat dan tidak ada batasannya secara syariat dan bahasa maka pengertiannya dikembalikan kepada adat.
Batasan tamu yang wajib diterima dan dilayani adalah jika dia tidak memiliki kemampuan untuk mencari tempat untuk tinggal atau untuk makan. Jika mampu maka hukumnya sunnah. Adapun batasan lamanya adalah 1 hari 1 malam, sempurnanya 3 hari 3 malam.

Sumber : Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi

Perbuatan dosa besar dan Murtad

عن ابن مسعود رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
لا يحل دمُ امرئ مسلم يشهد أن لا إله إلا الله وأني رسول الله إلا بإحدى ثلاث : الثيب الزاني , والنفس بالنفس , والتارك لدينه المفارق للجماعة
Larangan Berzina, Membunuh Dan Murtad


Dari Ibnu Mas’ud rodhiallohu ‘anhu, dia berkata: “Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak halal ditumpahkan darah seorang muslim kecuali karena salah satu di antara tiga alasan: orang yang telah kawin melakukan zina, orang yang membunuh jiwa (orang muslim) dan orang yang meninggalkan agamanya memisahkan diri dari jamaah.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Hakikat Seorang MuslimSeorang muslim yang sesungguhnya adalah yang bersyahadatain dan menunaikan tauhid serta melaksanakan konsekuensinya. Adapun yang sekedar mengaku muslim dengan mengucapkan syahadatain namun melakukan syirik akbar atau bidáh mukafirah maka hakikatnya bukan seorang muslim. Seorang muslim tidak boleh ditumpahkan darahnya kecuali dengan alasan yang syar’i seperti tersebut dalam hadits.

Muslim Yang Halal Darahnya
Ada tiga sebab seorang muslim boleh ditumpahkan darahnya yaitu:


  1. Zina ba’da ihshonin, yaitu jika seorang muslim yang sudah pernah menikah secara syari kemudian berzina maka dengan sebab itu halal darahnya, dengan cara dirajam.


  2. Qishosh, yaitu jika seorang muslim membunuh muslim yang lain dengan sengaja maka dengan sebab itu halal darahnya dengan cara di-qishosh.


  3. Meninggalkan Agama, yaitu ada 2 pengertian:
    a. murtad, artinya keluar dari agamanya dengan sebab melakukan kekafiran.
    b. Meninggalkan jamaah, artinya meninggalkan jamaah yang telah bersatu di atas agama yang benar, dengan demikian ia telah meninggalkan agama yang benar. Termasuk makna meninggalkan jamaah adalah jika memberontak imam yang sah.

Pelaksana Eksekusi
Seorang muslim yang telah dihukumi halal darahnya eksekusinya ada di tangan penguasa (imam) atau yang mewakilinya, jika di negaranya berlaku hukum Alloh. Apabila berada di Negara yang tidak menerapkan hukum Alloh maka tak seorang pun berhak mengeksekusi penumpahan darah. Untuk eksekusi yang tidak sampai penumpahan darah, seperti cambuk, qishosh non-bunuh, maka boleh dilakukan oleh seorang ‘alim jika atas kemauan pelaku. Demikian pendapat sebagian ulama.

Sumber : Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi

Menjauhi keraguan tentang hukum

عن أبي محمد الحسن بن علي بن أبي طالب سبط رسول الله صلى الله عليه وسلم وريحانته رضي الله عنهما قال حفظت من رسول الله صلى الله عليه وسلم ” دع ما يريبك إلى ما لا يريبك ” رواه الترمذي  
  وقال  حديث حسن صحيح
Tinggalkanlah Keragu-raguan

Dari Abu Muhammad Al Hasan bin Ali bin Abu Tholib, cucu Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam dan kesayangan beliau rodhiallohu ‘anhuma, dia berkata: ”Aku telah hafal (sabda) dari Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam: “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu.” (HR. Tirmidzi dan Nasa’i. Tirmidzi berkata: Ini adalah Hadits Hasan Shahih)

Kedudukan Hadits
Kedudukan hadits ini seperti kedudukan hadits ke enam (lihat hadits ke-6)

Tinggalkan Sesuatu Yang Meragukan
Sesuatu yang meragukan adalah sesuatu yang membuat tidak tenang dan memunculkan rasa khawatir, jikalau ternyata hal itu tidak boleh dilakukan. Jika kita menghadapi kondisi demikian maka tinggalkanlah yang meragukan tersebut dan lakukan sesuatu yang meyakinkan atau yang membuat tenang. Adalah termasuk perbuatan tercela jika ada keraguan akan tetapi tetap dikerjakan.


Sumber: Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi

 

Mencintai saudaranya yg muslim bagian dari iman

Mencintai Milik Orang Lain Seperti Mencintai Miliknya Sendiriعن أبي حمزة أنس بن مالك رضي الله عنه
     خادم رسول اله صلى الله عليه وسلم قال
      لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه


Dari Abu Hamzah Anas bin Malik rodhiallohu ‘anhu pelayan Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam, dari Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Tidaklah sempurna keimanan salah seorang di antara kamu sehingga ia mencintai bagi saudaranya (sesama muslim) segala sesuatu yang dia cintai bagi dirinya sendiri.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Hakikat Penafian Iman
Penafian iman mencakup menafikan iman secara keseluruhan atau hanya menafikan kesempurnaan imannya. Suatu amalan yang menyebabkan pelakunya dinafikan imannya menunjukkan bahwa amalan tersebut merupakan amal kekafiran atau dosa besar. Dalam hadits ini penafian iman yang dimaksud adalah penafian atas kesempurnaan iman.

Mencintai Saudara Muslim Laksana Mencintai Diri Sendiri
Seorang muslim wajib merasa senang jika saudaranya memiliki agama yang baik. Dia senang jika saudaranya memiliki aqidah yang benar, tutur kata yang bagus dan perbuatan yang baik. Sebaliknya dia merasa benci jika keadaan saudaranya tersebut justru sebaliknya.
Seorang muslim disunahkan untuk senang jika saudaranya mendapatkan kebaikan-kebaikan duniawi. Dia merasa senang jika saudaranya berharta, sejahtera, sehat, berkedudukan dan lain-lain dari kenikmatan duniawi, dan dia tidak senang jika saudaranya miskin, sengsara, dan menderita.

Mendahulukan Kepentingan Saudara Muslim
Jika dalam urusan dunia, mendahulukan kepentingan saudaranya termaksud perbuatan yang terpuji dan disunahkan, namun jika dalam urusan akhirat, mendahulukan saudaranya termasuk perbuatan yang makruh.

Sumber: Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi

Menjauhi dari hal yg tak berguna

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
من حسن إسلام المرء ترك ما لا يعنيه 
حديث حسن رواه الترمذي وغيره هكذا
 Meninggalkan Yang Tidak Bermanfaat
Dari Abu Hurairoh rodhiallohu ‘anhu, dia berkata: “Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Sebagian tanda dari baiknya keislaman seseorang ialah ia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (Hadits hasan, diriwayatkan Tirmidzi dan lainnya)

Kedudukan Hadits
Hadits ini merupakan landasan dalam bab adab.

Kebagusan Islam Seseorang
Kebagusan Islam seseorang bertingkat-tingkat. Cukuplah seseorang berpredikat bagus Islamnya jika telah melaksanakan yang wajib dan meninggalkan yang haram. Dan puncak kebagusannya jika sampai derajat ihsan, yang tersebut dalam hadits ke-dua. Besarnya pahala dan tingginya kemuliaan seseorang sesuai dengan kadar kebagusan Islamnya.

Meninggalkan Sesuatu Yang Tidak Penting
Sesuatu yang penting adalah sesuatu yang bermanfaat di dunia maupun di akhirat. Standar manfaat diukur oleh syariat, karena sudah maklum bahwa yang diperintahkan oleh syariat pasti membawa manfaat dan yang dilarang pasti menimbulkan mudhorot oleh karena itu upaya untuk paham syariat adalah aktivitas yang sangat bermanfaat. Menjadi kewajiban seseorang demi kebagusan Islamnya untuk meninggalkan semua yang tidak penting karena semua aktivitas hamba akan dicatat dan celakalah seseorang yang memenuhi catatannya dengan sesuatu yang tidak penting, termasuk di dalamnya adalah semua bentuk kemaksiatan.

Sumber: Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi

Memerangi orang2 yg tak melaksanakan hak dan kewajiban islam


عن ابن عمر رضي الله عنهما أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قالأمرت أن أقاتل الناس  , حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله ويقيموا الصلاة ويؤتوا الزكاة فإذا فعلوا ذلك عصموا مني دماءهم وأموالهم إلا بحق الإسلام وحسابهم ,
على الله تعالى   
Perintah Memerangi Manusia Yang Tidak Melaksanakan Shalat Dan Mengeluarkan Zakat


           Dari Ibnu Umar rodhiyallohu’anhuma, sesungguhnya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: ”Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mau mengucapkan laa ilaaha illalloh (Tiada sesembahan yang haq kecuali Alloh), menegakkan sholat, dan membayar zakat. Apabila

Amal Shaleh dengan rizki yang halal

عن أبي هريرة –رضي الله عنه – قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم “ إن الله تعالى طيب لا يقبل إلا طيبا ،وان الله أمر المؤمنين بما أمر به المرسلين ..فقال تعالى ” يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا… ” المؤمنون :51… وقال الله تعالى يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُم …” البقرة : 172 … ثم ذكر رجل يطيل السفر أشعث اغبر يمد يده إلى السماء يا رب يا رب ، ومطعمه حرام ومشربه حرام وملبسة حرام وغذي بالحرام فإنى يستجاب له
Makanlah Dari Rezeki Yang Halal
           Dari Abu Hurairoh rodhiallohu ‘anhu, ia berkata: “Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Sesungguhnya Alloh itu baik, tidak mau menerima sesuatu kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Alloh telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin (seperti) apa yang telah diperintahkan kepada para rosul, Alloh berfirman, “Wahai para Rosul makanlah dari segala sesuatu yang baik dan kerjakanlah amal sholih” (QS Al Mukminun: 51). Dan Dia berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa-apa yang baik yang telah Kami berikan kepadamu” (QS Al Baqoroh: 172). Kemudian beliau menceritakan kisah seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu. Dia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa: ”Wahai Robbku, wahai Robbku”, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan (perutnya) dikenyangkan dengan makanan haram, maka bagaimana mungkin orang seperti ini dikabulkan do’anya.” (HR. Muslim)

Kedudukan Hadits

Menjalankan perintah agama sesuai kemampuan

Melaksanakan Perintah Sesuai Kemampuan

عن أبي هريرة عبدالرحمن بن صخر رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: ما نهيتكم عنه فاجتنبوه وما أمرتكم به فأتوا منه ما استطعتم , فإنما أهلك الذين من قبلكم كثرة مسائلم واختلافهم على أنبيائهم
Dari Abu Hurairoh ’Abdurrohman bin Shakhr rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda: ” Apa saja yang aku larang bagi kamu hendaklah kamu jauhi, dan apa saja yang aku perintahkan kepadamu maka lakukanlah sesuai kemampuanmu. Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum

Agama adalah nasehat

Agama Adalah Nasehatعن أبي تميم بن أوس الـداري رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال                   ” الدين النصيحة قلنا لمن ؟ قال : لله ولرسوله وللأئمة المسلمين وعامتهم 

Dari Abu Ruqayyah Tamiim bin Aus Ad-Daari rodhiyallohu’anhu, sesungguhnya Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: ”Agama itu adalah nasihat”. Kami (sahabat) bertanya: ”Untuk siapa?” Beliau bersabda: ”Untuk Alloh, kitab-Nya, rosul-Nya, pemimpin-pemimpin umat islam, dan untuk seluruh muslimin.” (HR.Muslim)
Kedudukan Hadits
Hadits ini sangat penting, karena mengandung seluruh agama.Yaitu mengandung hak Allah, hak rasul-Nya, dan hak hamba-Nya. Kewajiban penunaian hak-hak tersebut tekandung pada kata nasehat.

Lingkup Nasehat
Nasehat, pada asalnya berarti bersih dari campuran atau adanya keserasian hubungan.Pada hadits di atas, nasehat untuk umat secara umum dan para imam berarti kehendak baik dari nasih kepada mansuh, sebagaimana pengertian yang sering dipakai untuk mendefiniskan nasehat. Adapun nasehat untuk lainnya, sesuai dengan asal katanya, yaitu adanya keserasian hubungan. Dimana masing-masing memberikan hak pihak lain yang mesti ditunaikan.
1. Nasehat untuk Allah.
Adalah menunaikan hak Allah seperti telah tersebut pada pembahasan iman kepada Allah.
2. Nasehat untuk kitab-Nya.
Adalah menunaikan hak kitab-Nya Al-Qur’an, seperti, yakin bahwa Al-Qur’an kalamullah, mu’jizat terbesar diantara mu’jizat-mu’jizat yang pernah diberikan kepada para rasul, sebagai petunjuk dan cahaya. Selain itu juga membenarkan beritanya dan melaksanakan hukumnya. 
3. Nasehat untuk Rasul-Nya.
Adalah menunaikan hak Rasulullah, seperti telah tersebut pada makna syahadat Muhammad rasulullah.
4. Nasehat untuk para imam.
Kata imam jika disebutkan secara mutlak maka berarti penguasa, dan adakalanya kata imam berarti ulama. Nasehat untuk para imam, meliputi imam dengan kedua arti tersebut.
Nasehat untuk penguasa adalah menunaikan haknya, seperti, taat dalam hal yang ma’ruf, tidak taat dalam kemaksiatan, tunduk dan tidak membangkang dan lain-lain yang merupakan hak penguasa yang telah dijelaskan dalam kitab dan sunah.
Nasehat untuk ulama adalah mencintai mereka karena kebaikannya dan jasanya pada umat berkat ilmunya, dan dakwahnya, menjaga kehormatan dan kewibawaannya serta menyebarkan fatwa- fatwanya. 
5. Nasehat untuk awam kaum muslimin
adalah memberikan semua yang menjadi hak mereka demi terwujudnya maslahat dunia dan akherat mereka
Semua hak-hak diatas ada yang sifatnya wajib dan ada yang sunnah.

Sumber: Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi

'Amal bid'ah yang tertolak

 
عن أم المؤمنين أم عبدالله عائشة رضي الله عنها قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم “ من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه
فهو رد ” رواه البخاري ومسلم , وفي رواية لمسلم ” من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

Perbuatan Bid'ah Tertolak
         Dari Ibunda kaum mu’minin, Ummu Abdillah ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha, dia berkata: ”Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: ”Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu (amalan) dalam urusan (agama) kami yang bukan dari kami, maka (amalan) itu tertolak.” (HR. Bukhori dan Muslim). Dan dalam riwayat Muslim: “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka itu tertolak.” 

Kedudukan hadits
Hadits ini sangat agung kedudukannya karena merupakan dasar penolakan terhadap seluruh bentuk bidáh yang menyelisihi syariát, baik bidáh dalam aqidah, ibadah, maupun muámalah.

Bidáh
Bidáh memiliki 2 tinjauan secara lughah dan secara syarí. Bidáh secara lughah berarti segala sesuatu yang tidak ada contoh atau tidak ada yang mendahuluinya pada masanya. Adapun bidáh secara syarí adalah seperti yang didefinisikan oleh para ulama, yaitu yang memenuhi 3 kriteria sebagai berikut:
1. Dilakukan secara terus menerus.
2. Baru, dalam arti tidak ada contohnya.
3. Menyerupai syariát baik dari sisi sifatnya atau atsarnya. Dari sisi sifat maksudnya seperti sifat-sifat syariát yaitu sudah tertentu waktu, tempat, jenis, jumlah, dan tata caranya. Dari sisi atsarnya maksudnya diniati untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari pahala. Bidáh termasuk jenis Dosa Besar, karena merupakan amal kemaksiatan namun mengharapkan pahala.

Mashalihul Mursalah
       Kalau seseorang tidak benar-benar memahami hakikat bidáh maka dia bisa rancu dengan sesuatu yang disebut Mashalihul Mursalah. Sepintas, antara bidáh dan Mashalihul Mursalah ada kemiripan, namun hakikatnya berbeda. Adapun perbedaannya adalah sebagai berikut :
1. Mashalihul Mursalah terjadi pada perkara duniawi atau pada sarana (wasilah) demi penjagaan lima maqosid syariát yaitu agama, jiwa, harta, keturunan, dan akal. Sementara bidáh terjadi pada ibadah atau ghayah.
2. Mashalihul Mursalah tidak ada tuntutan untuk dikerjakan pada masa Nabi shallallaahu álaihi wa sallam, adapun bidáh tuntutan untuk dikerjakannya sudah ada pada masa Nabi shallallaahu álaihi wa sallam.

Sumber : Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi 

Hujjah tentang halal dan haram sangat jelas


عن أبي عبدالله النعمان بن بشير رضي الله عنهما قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ” إن الحلال بين و الحرام بين , وبينهما مشتبهات قد لا يعلمهن كثير من الناس , فمن اتقى الشبهات فقد استبرأ لدينه وعرضه , ومن وقع في الشبهات فقد وقع في الحرام , كالراعي يرعى حول الحمى يوشك أن يرتع فيه , ألا وأن لكل ملك حمى , ألا وإن حمى الله محارمه , إلا وإن في الجسد مضغة إذا صلحت 
صلح الجسد كله , وإذا فسدت فسد الجسد كله , ألا وهي القلب


             An-Nu'man bin Basyir berkata, "Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya terdapat hal-hal musyabbihat (syubhat / samar, tidak jelas halal-haramnya), yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Barangsiapa yang menjaga hal-hal musyabbihat, maka ia telah membersihkan kehormatan dan agamanya. Dan, barangsiapa yang terjerumus dalam syubhat, maka ia seperti penggembala di sekitar tanah larangan, hampir-hampir ia terjerumus ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai tanah larangan, dan ketahuilah sesungguhnya tanah larangan Allah adalah hal-hal yang diharamkan-Nya. Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada sekerat daging. Apabila daging itu baik, maka seluruh tubuh itu baik; dan apabila sekerat daging itu rusak, maka seluruh tubuh itu pun rusak. Ketahuilah, dia itu adalah hati.'" (HR. Bukhori)   
Kedudukan Hadits
Tentang kedudukan hadits ini sudah disebutkan pada penjelasan hadits pertama. 

Musytabihat
        Musytabihat adalah segala sesuatu yang belum diketahui secara jelas hukumnya, apakah termasuk halal atau termasuk haram. Mustabihat sifatnya nisbi, artinya ketidakjelasan tersebut terjadi pada sebagian orang dan tidak pada semua orang. Dengan demikian tidak ada satu pun sesuatu yang mustabihat secara mutlak, dimana semua orang tidak mengetahui kejelasan hukumnya.
Musytabihat dapat terjadi dalam 2 keadaan sebagai berikut:
1. Ketika para ulama tawakuf tentang hukum suatu masalah.
2. Ketika seseorang yang bukan ulama merasa tidak mengetahui secara jelas tentang hukum suatu masalah.
Dalam kedua keadaan tersebut semestinya seseorang tidak melangkah sehingga perkaranya sudah jelas, baik tatkala ulamanya sudah tidak tawakuf lagi atau sudah menanyakan kepada ahlinya.
Menghindari Mustabihat Identik dengan Menjaga Agama dan Kehormatan
       Orang mukmin berkewajiban untuk memelihara agama dan kehormatannya. Kewajiban ini bisa terlaksana dengan cara menghindari Mustabihat. Hal itu karena:
1. Dengan menghindari Mustabihat maka secara otomatis dia terhindar dari yang haram dan dengan terhindar dari yang haram terjagalah agamanya.
2. Adakalanya orang yang tidak menghindari Mustabihat akan dianggap orang yang rendah agamanya dan tidak memiliki ketaqwaan, dengan demikian ternodailah kehormatannya. Berbeda jika dia menghindari Mustabihat maka aggapan seperti itu akan jauh darinya, dengan demikian terjagalah kehormatannya.

Menerjang Mustabihat Identik dengan Menjerumuskan Diri ke dalam Keharaman
       Orang mukmin dilarang melakukan sesuatu sehingga dia mengetahui hukumnya, maka seseorang yang menerjang Mustabihat dia akan terjerumus ke dalam yang haram ditinjau dari 2 sisi sebagai berikut :
1. Melanggar larangan, karena telah melakukan sesuatu yang belum jelas hukumnya.
2. Bisa jadi yang dia lakukan hukumnya haram sementara dia tidak menyadarinnya karena belum jelas hukumnya.

Sesuatu yang Diperselisihkan Hukumnya Tidak Identik dengan Mustabihat. 
        Banyak masalah yang diperselisihkan status halal dan haramnya oleh para ulama. Tindakan menyelamatkan diri dari perbedaan ulama adalah suatu kemuliaan, namun tidak dalam seluruh masalah. Memilih pendapat yang lebih kuat, sekalipun dinilai haram oleh pihak yang lain, tidaklah termasuk menerjang Mustabihat apalagi menerjang keharaman.
Hati, Otak Dan Akal
      Hati adalah tempat bersemayamnya akal dan rumah ruh. Akal adalah alat untuk memahami dan mangetahui baik-buruk dan benar-salah. Sedangkan otak adalah penyampai data kepada akal. Dengan demikian, yang bisa memahami dalil-dalil syariát adalah akal.

Sumber : Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi

Setiap insan telah ditetapkan nasibnya


عن أبي عبدالرحمن عبدالله بن مسعود رضي الله عنه قال حدثنا رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو الصادق المصدوق ” إن أحدكم يجمع خلقه في بطن أمه أربعين يوما نطفة ثم علقه مثل ذلك ثم يكون مضغة مثل ذلك , ثم يرسل إليه الملك فينفخ فيه الروح , ويؤمر بأربع كلمات : بكتب رزقه , وأجله , وعمله , وشقي أم سعيد . فوالله الذي لا إله غيره إن أحدكم ليعمل بعمل أهل الجنة حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل النار , وإن أحدكم ليعمل بعمل أهل النار حتى ما يكون بينه وبينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل الجنة
Nasib Manusia Telah Ditetapkan


           Dari Abu Abdirrohman, Abdulloh bin Mas’ud rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam telah bersabda kepada kami dan beliau adalah orang yang selalu benar dan dibenarkan: ’Sesungguhnya setiap orang diantara kamu dikumpulkan kejadiannya di dalam rahim ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk nuthfah(air mani), kemudian menjadi ‘alaqoh(segumpal darah) selama waktu itu juga (empat puluh hari), kemudian menjadi mudhghoh(segumpal daging) selama waktu itu juga, lalu diutuslah seorang malaikat kepadanya, lalu malaikat itu meniupkan ruh padanya dan ia diperintahkan menulis empat kalimat: Menulis rizkinya, ajalnya, amalnya, dan nasib celakanya atau keberuntungannya. Maka demi Alloh yang tiada tuhan selain-Nya, sesungguhnya ada diantara kamu yang melakukan amalan penduduk surga dan amalan itu mendekatkannya ke surga sehingga jarak antara dia dan surga kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapkan atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk neraka sehingga dia masuk ke dalamnya. Dan sesungguhnya ada seseorang diantara kamu yang melakukan amalan penduduk neraka dan amal itu mendekatkannya ke neraka sehingga jarak antara dia dan neraka hanya kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapka atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk surga sehingga dia masuk ke dalamnya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Kedudukan Hadits
Hadits ini merupakan pangkal dalam bab taqdir, yaitu tatkala hadits tersebut menyebutkan bahwa taqdir janin meliputi 4 hal: rizqinya, ajalnya, amalnya, dan bahagia atau celakanya. 
Perkembangan Janin
Janin sebelum sempurna menjadi janin melalui 3 fase, yaitu: air mani, segumpal darah, kemudian segumpal daging. Masing-masing lamanya 40 hari.
Janin sebelum berbentuk manusia sempurna juga mengalami 3 fase, yaitu:
1. Taswir, yaitu digambar dalam bentuk garis-garis, waktunya setelah 42 hari.
2. Al-Khalq, yaitu dibuat bagian-bagian tubuhnya.
3. Al-Barú, yaitu penyempurnaan.
Allah berfirman dalam Surat Al-Hasyr: 24, mengisyaratkan ketiga proses tersebut. 
Hubungan Ruh dengan Jasad
Ruh dengan jasad memiliki keterkaitan yang berbeda sesuai dengan keadaan dan waktunya dalam 4 bentuk hubungan:
1. Tatkala di rahim. Hubungan keduanya lemah. Kehidupan ketika itu dominasinya ada pada jasad.
2. Tatkala di alam dunia. Kehidupan ketika itu dominasinya ada pada jasad. Sementara hubungan keduanya sesuai dengan kebutuhan kehidupan jasad.
3. Tatkala di alam barzah. Kehidupan ketika itu dominasinya ada pada ruh.
4. Tatkala di alam akhirat. Kehidupan ketika itu sempurna pada keduanya. Pada masa inilah hubungan keduanya sangat kuat.


Macam-macam Penulisan Taqdir
Allah menulis taqdir dalam 4 bentuk, yaitu:
1. Taqdir saabiq, yaitu penulisan taqdir bagi seluruh makhluk di lauh mahfudz 50 ribu tahun sebelum penciptaan bumi dan langit.
2. Taqdir úmri, yaitu penulisan taqdir bagi janin ketika berusia 4 bulan.
3. Taqdir sanawi, yaitu penulisan taqdir bagi seluruh makhluk setiap tahunnya pada malam lailatul qodr.
4. Taqdir yaumi, yaitu penulisan terhadap setiap kejadian setiap harinya.
Keempat macam penulisan taqdir tersebut memungkinkan terjadinya perubahan kecuali pada taqdir sabiq. Sebagaimana firman Allah: (Surat Ar-Ra’d: 39).
Taqdir Allah sama sekali bukan sebagai pemaksaan, Allah lebih tahu terhadap hambanya yang pantas mendapatkan kebaikan dan yang tidak.

Buah Iman kepada Taqdir
             Beriman kepada taqdir akan menghasilkan rasa takut yang mendalam akan nasib akhir hidupnya dan menumbuhkan semangat yang tinggi untuk beramal dan istiqomah dalam ketaatan demi mengharap khusnul khatimah.
Beriman kepada taqdir bukanlah alasan untuk bermaksiat dan bermalas-malasan. Hati orang-orang yang shalih diantara 2 keadaan, yaitu khawatir tentang apa yang telah ditulis baginya atau khawatir tentang apa yang akan terjadi pada akhir hidupnya. Keadaan pertama hatinya para sabiqin dan keadaan ke-2 hatinya para abrar. 
Rahasia Khusnul Khatimah dan Suúl Khatimah
            Termasuk diantara kesempurnaan Allah yaitu menciptakan hamba dengan berbagai macam keadaan. Diantara hambanya ada yang khusnul khatimah sebagai anugrah semata setelah mengisi lembaran hidupnya penuh dengan kejahatan dan diantara hambanya ada yang suúl khatimah sebagai keadilan semata setelah mengisi lembaran hidupnya penuh dengan ketaatan. Hamba pada jenis yang terakhir ini bisa jadi pada hakikatnya tersimpan dalam hatinya kejahatan yang kemudian muncul secara lahir pada akhir hayatnya. Karena dalam suatu riwayat Rasulullah menyatakan bahwa amalan baik tersebut sekedar yang tampak pada manusia.


Sumber: Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi

Pengertian rukun Islam


 عن أبي عـبد الرحمن عبد الله بن عـمر بـن الخطاب رضي الله عـنهما ، قـال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسـلم يقـول : بـني الإسـلام على خـمـس : شـهـادة أن لا إلـه إلا الله وأن محمد رسول الله ، وإقامة الصلاة ، وإيـتـاء الـزكـاة ، وحـج البيت ، وصـوم رمضان

Dari Abu Abdirrohman Abdulloh bin Umar bin Khoththob rodhiyallohu ‘anhuma, dia berkata “Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: ’Islam itu dibangun di atas lima perkara, yaitu: Bersaksi tiada sesembahan yang haq kecuali Alloh dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Alloh, menegakkan sholat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke Baitulloh, dan berpuasa pada bulan Romadhon.”(HR.Bukhori dan Muslim)

Kedudukan Hadits
Hadits ini merupakan hadits yang agung karena menyebutkan tonggak-tonggak Islam atau yang disebut dengan Rukun Islam. Berpangkal dari kelima rukun tersebut Islam dibangun.

Macam-macam penggunaan istilah Islam

Istilah islam digunakan dalam dua bentuk, yaitu:

1. Islam ‘Am berarti berserah diri kepada Allah dengan cara bertauhid, tunduk kepada-Nya dalam bentuk ketaatan serta bersih dan benci dari syirik dan penganutnya. Islam dalam pengertian ini merupakan ke-Islam-an makhluk secara umum tak seorangpun keluar dari ketentuan ini baik suka atau-pun terpaksa. Islam seperti ini-lah Islam yang diajarkan oleh seluruh rasul.

2. Islam Khos berarti Islam yang dibawa oleh Muhammad shallallaahu álaihi wa sallam, yaitu: mencakup Islam dengan makna ‘am yang sesuai dengan tuntunan Muhammad shallallaahu álaihi wa sallam. Jika istilah Islam datang secara mutlaq maka maksudnya adalah Islam khos.

Syahadatain
Syahadat tidaklah sah sehingga terkumpul padanya tiga hal: keyakinan hati, ucapan lisan dan menyampaikan kepada orang lain. Dalam kondisi tertentu terkadang diperbolehkan untuk tidak menyampaikan kepada orang lain. Makna syahadat “la ilaha illa’llahu” adalah menafikan hak disembah pada selain Allah dan menetapkan hanya Allah-lah yang berhak untuk disembah. Konsekuensinya harus mentauhidkan Allah dalam ibadah, oleh karena itu kalimat tersebut dinamakan sebagai kalimat tauhid.

Makna syahadat “Muhammad Rasulullah” adalah meyakini dan menyatakan bahwa Muhammad bin Abdillah adalah benar-benar utusan Allah yang mendapatkan wahyu berupa Kalamullah untuk disampaikan kepada manusia seluruhnya. Dan dia adalah penutup para Rasul. Konsekuensi dari syahadat ini yaitu membenarkan beritanya, mentaati perintahnya, menjauhi larangannya dan beribadah kepada Allah hanya dengan syar’iatnya .

Utusan Allah dari kalangan manusia mendapatkan wahyu melalui utusan Allah dari kalangan malaikat maka tidak-lah mereka langsung mendapatkan dari Allah kecuali pada sebagian, sesuai dengan kehendak Allah.

Hukum meninggalkan rukun Islam.
Hukum meninggalkan Rukun Islam dapat diperinci sebagai berikut:

1. Meninggalkan syahadatain hukumnya kafir secara ijma’.
2. Meninggalkan shalat hukumnya kafir menurut jumhur ulama atau ijma’ sahabat.
3. Meninggalkan rukun yang lainnya hukumnya tidak kafir menurut jumhur ulama.

Meninggalkan disini dalam arti tidak mengerjakan dengan meyakini kebenarannya dan kewajibannya, adapun jika tidak meyakini kebenarannya dan kewajibannya maka hukumnya kafir walaupun mengerjakannnya.

Pembagian Rukun Islam
Rukun islam terbagi menjadi empat kelompok yaitu:
1. Amal i’tiqodiyah yaitu syahadataian
2. Amal badaniyah yaitu solat dan puasa.
3. Amal maliyah yaitu Zakat.
4. Amal badaniyah dan maliyah yaitu haji.

Sumber: Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi
Rukun Islam



Syarat Islam

 عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال : بينما نحن جلوس عند رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات يوم إذ طلع علينا رجل شديد بياض الثياب شديد سواد الشعر , لا يرى عليه أثر السفر , ولا يعرفه منا أحد حتى جلس إلى النبي صلى الله عليه وسلم فأسند ركبته إلى ركبتيه ووضح كفيه على فخذيه , وقال : يا محمد أخبرني عن الإسلام , فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم ” الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وتقيم الصلاة وتؤتي الزكاة وتصوم رمضان وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلا ” قال صدقت فعجبا له يسأله ويصدقه , قال : أخبرني عن الإيمان قال ” أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر وتؤمن بالقدر خيره وشره ” قال : صدقت , قال : فأخبرني عن الإحسان , قال ” أن تعبد الله كأنك تراه , فإن لم تكن تراه فإنه يراك ” قال , فأخبرني عن الساعة , قال ” ما المسئول بأعلم من السائل ” قال فأخبرني عن اماراتها . قال ” أن تلد الأمة ربتها وأن ترى الحفاة العراة العالة رعاء الشاء يتطاولون في البنيان ” . ثم انطلق فلبث مليا , ثم قاليا عمر , أتدري من السائل ؟ ” , قلت : الله ورسوله أعلم , قال ” فإنه جبريل أتاكم يعلمكم دينكم    
رواه مسلم
        Dari Umar rodhiyallohu’anhu juga, beliau berkata: Pada suatu hari ketika kami duduk di dekat Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih dan rambutnya sangat hitam. Pada dirinya tidak tampak bekas dari perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Kemudian ia duduk di hadapan Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam, lalu mendempetkan kedua lututnya ke lutut Nabi, dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya, kemudian berkata: ”Wahai Muhammad, terangkanlah kepadaku tentang Islam.” Kemudian Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam menjawab: ”Islam yaitu: hendaklah engkau bersaksi tiada sesembahan yang haq disembah kecuali Alloh dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Alloh. Hendaklah engkau mendirikan sholat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Romadhon, dan mengerjakan haji ke rumah Alloh jika engkau mampu mengerjakannya.” Orang itu berkata: ”Engkau benar.” Kami menjadi heran, karena dia yang bertanya dan dia pula yang membenarkannya. Orang itu bertanya lagi: ”Lalu terangkanlah kepadaku tentang iman”. (Rosululloh) menjawab: ”Hendaklah engkau beriman kepada Alloh, beriman kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para utusan-Nya, hari akhir, dan hendaklah engkau beriman kepada taqdir yang baik dan yang buruk.”Orang tadi berkata: ”Engkau benar.” Lalu orang itu bertanya lagi: ”Lalu terangkanlah kepadaku tentang ihsan.” (Beliau) menjawab: “Hendaklah engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya. Namun jika engkau tidak dapat (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihat engkau.” Orang itu berkata lagi: ”Beritahukanlah kepadaku tentang hari kiamat.” (Beliau) mejawab: “Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya.” Orang itu selanjutnya berkata: ”Beritahukanlah kepadaku tanda-tandanya.” (Beliau) menjawab: ”Apabila budak melahirkan tuannya, dan engkau melihat orang-orang Badui yang bertelanjang kaki, yang miskin lagi penggembala domba berlomba-lomba dalam mendirikan bangunan.” Kemudian orang itu pergi, sedangkan aku tetap tinggal beberapa saat lamanya. Lalu Nabi shollallohu ’alaihi wasallam bersabda: ”Wahai Umar, tahukah engkau siapa orang yang bertanya itu ?”. Aku menjawab: ”Alloh dan Rosul-Nya yang lebih mengetahui.” Lalu beliau bersabda: ”Dia itu adalah malaikat Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.”(HR. Muslim).

Kedudukan Hadits
Materi hadits ke-2 ini sangat penting sehingga sebagian ulama menyebutnya sebagai “Induk sunnah”, karena seluruh sunnah berpulang kepada hadits ini.

Islam, Iman, dan Ihsan
Dienul Islam mencakup tiga hal, yaitu: Islam, Iman dan Ihsan. Islam berbicara masalah lahir, iman berbicara masalah batin, dan ihsan mencakup keduanya.
Ihsan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari iman, dan iman memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari Islam. Tidaklah ke-Islam-an dianggap sah kecuali jika terdapat padanya iman, karena konsekuensi dari syahadat mencakup lahir dan batin. Demikian juga iman tidak sah kecuali ada Islam (dalam batas yang minimal), karena iman adalah meliputi lahir dan batin.

Perhatian!
Para penuntut ilmu semestinya paham bahwa adakalanya bagian dari sebuah istilah agama adalah istilah itu sendiri, seperti contoh di atas.

Iman Bertambah dan Berkurang
Ahlussunnah menetapkan kaidah bahwa jika istilah Islam dan Iman disebutkan secara bersamaan, maka masing-masing memiliki pegerttian sendiri-sendiri, namun jika disebutkan salah satunya saja, maka mencakup yang lainnya. Iman dikatakan dapat bertambah dan berkurang, namun tidaklah dikatakan bahwa Islam bertambah dan berkurang, padahal hakikat keduanya adalah sama. Hal ini disebabkan karena adanya tujuan untuk membedakan antara Ahlussunnah dengan Murjiáh. Murjiáh mengakui bahwa Islam (amalan lahir) bisa bertambah dan berkurang, namun mereka tidak mengakui bisa bertambah dan berkurangnya iman (amalan batin). Sementara Ahlussunnah meyakini bahwa keduanya bisa bertambah dan berkurang.

Istilah Rukun Islam dan Rukun Iman
Istilah “Rukun” pada dasarnya merupakan hasil ijtihad para ulama untuk memudahkan memahami dien. Rukun berarti bagian sesuatu yang menjadi syarat terjadinya sesuatu tersebut, jika rukun tidak ada maka sesuatu tersebut tidak terjadi.Istilah rukun seperti ini bisa diterapkan untuk Rukun Iman, artinya jika salah satu dari Rukun Iman tidak ada, maka imanpun tidak ada. Adapun pada Rukun Islam maka istilah rukun ini tidak berlaku secara mutlak, artinya meskipun salah satu Rukun Islam tidak ada, masih memungkinkan Islam masih tetap ada.

Demikianlah semestinya kita memahami dien ini dengan istilah-istilah yang dibuat oleh para ulama, namun istilah-istilah tersebut tidak boleh sebagai hakim karena tetap harus merujuk kepada ketentuan dien, sehingga jika ada ketidaksesuaian antara istilah buatan ulama dengan ketentuan dien, ketentuan dien lah yang dimenangkan.

Batasan Minimal Sahnya Keimanan

1. Iman kepada Allah.
Iman kepada Allah sah jika beriman kepada Rububiyyah-Nya, uluhiyyah-Nya, dan asma’ dan sifat-Nya.

2. Iman kepada Malaikat.
Iman kepada Malaikat sah jika beriman bahwa Allah menciptakan makhluk bernama malaikat sebagai hamba yang senantiasa taat dan diantara mereka ada yang diperintah untuk mengantar wahyu.

3. Iman kepada Kitab-kitab.
Iman kepada kitab-kitab sah jika beriman bahwa Allah telah menurunkan kitab yang merupakan kalam-Nya kepada sebagian hambanya yang berkedudukan sebagai rasul. Diantara kitab Allah adalah Al-Qurán.

4. Iman kepada Para Rasul.
Iman kepada para rasul sah jika beriman bahwa Allah mengutus kepada manusia sebagian hambanya mereka mendapatkan wahyu untuk disampaikan kepada manusia, dan pengutusan rasul telah ditutup dengan diutusnya Muhammad shallallaahu álaihi wa sallam.

5. Iman kepada Hari Akhir.
Iman kepada Hari Akhir sah jika beriman bahwa Allah membuat sebuah masa sebagai tempat untuk menghisab manusia, mereka dibangkitkan dari kubur dan dikembalikan kepada-Nya untuk mendapatkan balasan kebaikan atas kebaikannya dan balasan kejelekan atas kejelekannya, yang baik (mukmin) masuk surga dan yang buruk (kafir) masuk neraka. Ini terjadi di hari akhir tersebut.

6. Iman kepada Taqdir.
Iman kepada taqdir sah jika beriman bahwa Allah telah mengilmui segala sesuatu sebelum terjadinya kemudian Dia menentukan dengan kehendaknya semua yang akan terjadi setelah itu Allah menciptakan segala sesuatu yang telah ditentukan sebelumnya.

Demikianlah syarat keimanan yang sah, sehingga dengan itu semua seorang berhak untuk dikatakan mukmin. Adapun selebihnya maka tingkat keimanan seseorang berbeda-beda sesuai dengan banyak dan sedikitnya kewajiban yang dia tunaikan terkait dengan hatinya, lesannya, dan anggota badannya.

Taqdir Buruk
Buruknya taqdir ditinjau dari sisi makhluk. Adapun ditinjau dari pencipta taqdir, maka semuanya baik.

Makna Ihsan
Sebuah amal dikatakan hasan cukup jika diniati ikhlas karena Allah, adapun selebihnya adalah kesempurnaan ihsan. Kesempurnaan ihsan meliputi 2 keadaan:

1. Maqom Muraqobah yaitu senantiasa merasa diawasi dan diperhatikan oleh Allah dalam setiap aktifitasnya, kedudukan yang lebih tinggi lagi.

2. Maqom Musyahadah yaitu senantiasa memperhatikan sifat-sifat Allah dan mengaitkan seluruh aktifitasnya dengan sifat-sifat tersebut.

Sumber : Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi

Nilai Ikhlas

عن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ” إنما الأعمال بالنيات , وإنما لكل امرئ ما نوى , فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله , ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها و امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه “-  متفق عليه ,

        Dari Amirul Mu’minin, (Abu Hafsh atau Umar bin Khottob rodiyallohu’anhu) dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rasululloh shallallohu’alaihi wassalam bersabda: ’Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena (untuk mendapatkan) dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).’” (Diriwayatkan oleh dua imam ahli hadits; Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrohim bin Mughiroh bin Bardizbah Al-Bukhori dan Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusairy An-Naisabury di dalam kedua kitab mereka yang merupakan kitab paling shahih diantara kitab-kitab hadits)

Kedudukan Hadits
Materi hadits pertama ini merupakan pokok agama. Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Ada Tiga hadits yang merupakan poros agama, yaitu hadits Úmar, hadits Aísyah, dan hadits Nu’man bin Basyir.” Perkataan Imam Ahmad rahimahullah tersebut dapat dijelaskan bahwa perbuatan seorang mukallaf bertumpu pada melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Inilah halal dan haram. Dan diantara halal dan haram tersebut ada yang mustabihat (hadits Nu’man bin Basyir). Untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan dibutuhkan niat yang benar (hadits Úmar), dan harus sesuai dengan tuntunan syariát (hadits Aísyah).

Setiap Amal Tergantung Niatnya
Diterima atau tidaknya dan sah atau tidaknya suatu amal tergantung pada niatnya. Demikian juga setiap orang berhak mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya dalam beramal. Dan yang dimaksud dengan amal disini adalah semua yang berasal dari seorang hamba baik berupa perkataan, perbuatan maupun keyakinan hati.

Fungsi Niat
Niat memiliki 2 fungsi:
1. Jika niat berkaitan dengan sasaran suatu amal (ma’bud), maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara amal ibadah dengan amal kebiasaan.
2. Jika niat berkaitan dengan amal itu sendiri (ibadah), maka niat tersebut berfungsi untuk membedakan antara satu amal ibadah dengan amal ibadah yang lainnya.

Pengaruh Niat yang Salah Terhadap Amal Ibadah
Jika para ulama berbicara tentang niat, maka mencakup 2 hal:
1. Niat sebagai syarat sahnya ibadah, yaitu istilah niat yang dipakai oleh fuqoha’.
2. Niat sebagai syarat diterimanya ibadah, dengan istilah lain: Ikhlas.
Niat pada pengertian yang ke-2 ini, jika niat tersebut salah (tidak Ikhlas) maka akan berpengaruh terhadap diterimanya suatu amal, dengan perincian sebagai berikut:
a. Jika niatnya salah sejak awal, maka ibadah tersebut batal.
b. Jika kesalahan niat terjadi di tengah-tengah amal, maka ada 2 keadaan:
- Jika ia menghapus niat yang awal maka seluruh amalnya batal.
- Jika ia memperbagus amalnya dengan tidak menghapus niat yang awal, maka amal tambahannya batal.
c. Senang untuk dipuji setelah amal selesai, maka tidak membatalkan amal.

Beribadah dengan Tujuan Dunia
Pada dasarnya amal ibadah hanya diniatkan untuk meraih kenikmatan akhirat. Namun terkadang diperbolehkan beramal dengan niat untuk tujuan dunia disamping berniat untuk tujuan akhirat, dengan syarat apabila syariát menyebutkan adanya pahala dunia bagi amalan tersebut. Amal yang tidak tercampur niat untuk mendapatkan dunia memiliki pahala yang lebih sempurna dibandingkan dengan amal yang disertai niat duniawi.

Hijrah
Makna hijrah secara syariát adalah meninggalkan sesuatu demi Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah artinya mencari sesuatu yang ada disisi-Nya, dan demi Rasul-Nya artinya ittiba’ dan senang terhadap tuntunan Rasul-Nya.
Bentuk-bentuk Hijrah:
1. Meninggalkan negeri syirik menuju negeri tauhid.
2. meninggalkan negeri bidáh menuju negeri sunnah.
3. Meninggalkan negeri penuh maksiat menuju negeri yang sedikit kemaksiatan.
Ketiga bentuk hijrah tersebut adalah pengaruh dari makna hijrah.

Sumber: Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi - Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh

Membangun Peradaban Insani

         Seiring zaman semakin maju, teknologi semakin canggih, bahkan manusia semakin banyak keanehan yang ia lakukan  untuk mencapai popularitas, tanpa memperdulikan aturan yang telah ditentukan agama dan tradisi bangsa sendiri, diantaranya meninggalkan adab tatakrama sendiri yang telah di ajarkan orang tua /nenek moyang kita yang begitu mulia.
       Generasi penerus kita ini hanya mengacu pada dunia nyata yang dilihatnya tanpa mengkaji terlebih dahulu yang berkaitan dengan ketatakramaan, namun hanya perfikir bagaimana aku menjadi populer dimata dunia, walupun harus mengorbankan keyakinan (Aqidah).
       Gaya hidup tak beraturan, menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, melupakan ajaran yang telah ia pelajari sejak dini dari orang tua /nenek moyang. melakukan sesuatu hal yang buruk menurut ajaran agama maupun tradisi didepan orang tua , guru dan banyak orang sudah tidak merasa malu dan menganggap biasa-biasa saja.

Mungkin ini pertanda akan berakhirnya dunia,,,,,,,,,,,,,???

         Kita sebagai ummat beragama dan selalu patuh pada ajaran, Mari kita membangun peradaban manusia, yang diawali dari diri kita sendiri melalui ajaran agama yang sebenarnya, dengan nawaitu yang kuat dalam hati yang fitri demi membangun masa depan menuju peradaban akhlakul karimah.